Jumat, 16 Maret 2012

LP ASMA BRONKHIALE

KONSEP DASAR PENYAKIT

1.    DEFINISI
Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American Thoracic Society ).

2.    ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial yaitu :
a.    Faktor predisposisi
•    Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

b.    Faktor presipitasi
•    Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1)    Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi

2)    Ingestan, yang masuk melalui mulut
Contoh : makanan dan obat-obatan
3)    Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan
•    Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau.
•    Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
•    Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
•    Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut. 
3.    PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest

4.    TANDA DAN GEJALA
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari

5.    PEMERIKSAAN DIAGNOSIS/PENUNJANG
1)    Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
•    Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
•    Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
•    Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
•    Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
2)    Pemeriksaan darah
•    Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
•    Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
•    Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
•    Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

Pemeriksaan penunjang
1)    Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
•    Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
•    Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
•    Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
•    Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
2)    Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3)    Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
•    perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.
•    Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
•    Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

4)    Scanning paru.
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5)    Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

6.    KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1.    Status asmatikus
2.    Atelektasis
3.    Hipoksemia
4.    Pneumothoraks
5.    Emfisema
6.    Deformitas thoraks
7.    Gagal nafas
7.    PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1)    Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2)    Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3)    Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit  asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatannya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
A.    Pengobatan non farmakologik:
•    Memberikan penyuluhan
•    Menghindari faktor pencetus
•    Pemberian cairan
•    Fisiotherapy
•    Beri O2 bila perlu.
B.    Pengobatan farmakologik :
    Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
a.    Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
b.    Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
ASUHAN KEPERAWATAN

1.    PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
Riwayat kesehatan yang lalu:
o    Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
o    Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
o    Kaji riwayat pekerjaan pasien.

Aktivitas
o    Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
o    Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
o    Tidur dalam posisi duduk tinggi

Pernapasan
o    Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
o    Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
o    Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
o    Adanya bunyi napas mengi.
o    Adanya batuk berulang.

Sirkulasi
o    Adanya peningkatan tekanan darah.
o    Adanya peningkatan frekuensi jantung.
o    Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
o    Kemerahan atau berkeringat.

Integritas ego
o    Ansietas
o    Ketakutan
o    Peka rangsangan
o    Gelisah

Asupan nutrisi
o    Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
o    Penurunan berat badan karena anoreksia.

Hubungan sosal
o    Keterbatasan mobilitas fisik.
o    Susah bicara atau bicara terbata-bata.
o    Adanya ketergantungan pada orang lain.

Seksualitas
o    Penurunan libido

2.    DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL
1)    Tak efektif bersihan jalan nafas b/d bronkospasme.
2)    Malnutrisi b/d anoreksia
3)    Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen (spasme bronkus)
4)    Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas.
5)    Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti.






DAFTAR PUSTAKA

Karnen G. Baratawidjaya, Samsuridjal. (1994). Pedoman Penatalaksanaan Asma Bronkial. CV Infomedika Jakarta.

Muhamad Amin. Hood Alsagaff. W.B.M. Taib Saleh. (1993). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press.

Tucker S.M. (1993). Standar Perawatan Pasien Proses Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi. EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar